'""'>

Friday, December 6, 2013

A Crazy Little Thing Called Love part 1

Film ini memang sudah lama, tapi karena film ini adalah film kesukaan saya jadi saya memutuskan untuk membahasnya ulang:)

Movie: A Little Thing Called Love / A Crazy Little Thing Called Love
Thai: สิ่งเล็กๆ ที่เรียกว่า...รัก
Sutradara: Puttipong Pormsaka Na-Sakonnakorn and Wasin Pokpong
Penulis: Puttipong Pormsaka Na-Sakonnakorn and Wasin Pokpong
Produser: Somsak Tejcharattanaprasert and Panya Nirankol
Sinematografi: Reungwit Ramasudh
Tanggal Rilis: August 12, 2010 (Thailand)
Panjang Film: 118 min.
Distributor: Sahamongkol International and Work Point
Bahasa: Thai
Negara: Thailand


Cast :
Mario Maurer as Chon
Pimchanok Lerwisetpibol as Nam
Sudarat Budtporm as Guru Inn
Perawatch Herabutya as Guru Phol
Pijitra Siriwerapan as Guru Aorn
Acharanat Ariyaritwikol as Top
Khachamach Promsaka Na Skolnakorn as Pin

Adegan di mulai di sebuah pameran fotografi profesional. Sang fotografer sedang diwawancarai mengenai sebagian besar foto-fotonya. Tiba-tiba terdengar suara tangis bayi. Fotografer itu mohon izin pada wanita-wanita yang mewawancarainya, “Maaf, itu anakku.”
Saat fotografer menghampiri bayi itu dan menghiburnya agar tak menangis lagi. Sementara wanita-wanita yang mewawancarainya berbisik-bisik, “Tampan sekali, sayang sudah punya anak.”
Kemudian adegan berpindah ke 9 tahun sebelumnya. Nam, seorang gadis berkulit gelap, berkacamata, baru pulang sekolah bersama ketiga teman-temannya, Cheer, Nim dan Gie.
Saat perjalanan, sebuah sepeda motor yang dikendarai oleh seorang cowok tampan melintas. Nam memperhatikannya dengan terpesona, apalagi saat cowok itu dengan baik hati memberikan jalan pada orang buta. Teman-temannya yang menyadari arah pandangan Nam menggodanya, meski Nam mengelak tapi ia tak luput dari sasaran kejahilan teman-temannya.
Sepeninggal teman-temannya Nam tak langsung ke rumah. Ia menjemput seorang bule bernama James Bean. Rupanya Ibu Nam memiliki penginapan dan restoran murah untuk para turis backpacker yang ke Thailand.
Ibu Nam: “Bagaimana sekolahmu hari ini?”
Nam: “Baik, aku masih dengan Cheer, Nim dan Gie.”
Ibu Nam: “Apa kalian tak bosan satu sama lain? Kalian sudah bersama sejak kelas 1.”
Pang (adik Nam) menimpali: “Dia tak punya pilihan bu. Tak ada lagi yang mau berteman dengannya karena begitu melihat Nam.”
Nam yang kesal menarik kepangan rambut Pang, ibunya melerai dan menasihati, “Teman adalah teman, bukan masalah penampilan”
Pang, “Tapi tetap harus jadi pertimbangan pertama. Untung aku terlahir mirip dengan Ibu, jika aku mirip dengan Ayah atau Nam aku pasti takkan punya pacar saat aku besar”
Dan lagi-lagi kakak adik itu bertengkar. Ibunya memisahkan mereka, “Pang ini, ayahmu pasti sedih kalau mendengarnya. Nam, pergi ke tempat yang kau inginkan sana !”
Setelah Nam pergi, Pang berbicara, “Ayah di Amerika. Ia takkan bisa mendengar kita.”
Saat Nam pulang dari pasar dan menikmati eskrim yang dibelinya, seorang cowok jatuh dari pohon di dekatnya. Cowok yang sama yang dilihat Nam mengendarai motor vespa sepulang sekolah.
“Mangga?”tawar cowok itu pada Nam. Ternyata kaki cowok terpincang-pincang.
Nam terkejut dan menerima Mangga itu dengan hati berbunga-bunga. Namun kesenangan hatinya tak berlangsung lama ketika ia melihat cowok itu juga menawarkan Mangga yang dipetiknya pada cewek lain di jalan.
Keesokan harinya di sekolah, Nam, Cheer, Nim dan Gie menghabiskan waktu istirahat mereka dengan mengisi quiz di majalah.
Gie, “Nim dapat 28. Cowok yang pas untukmu adalah seseorang dengan jiwa pemimpin...”
Mereka lalu melirik Tom, pemimpin klub agama Buddha yang suka meditasi.
Gie, “Cheer 15-25, cowok yang cocok untukmu adalah cowok yang ahli dibidang olahraga.”
Cheer melihat Kai, cowok anggota sepak bola, dengan terpesona.
“Nam, kau cocok dengan pria yang berjiwa seni... Kira-kira siapa ya?”
Nam tak mempedulikan teman-temannya. Dari tadi matanya hanya memandang seorang cowok yang lucu dengan menempelkan stiker hitam di alisnya. Rupanya cowok tampan itu satu sekolah dengannya.
Di kelas Bahasa Inggris Bu Guru Inn, Nam dan teman-temannya terlihat sibuk mengobrol lewat kertas. Mereka membicarakan cowok tampan yang sedari tadi dilirik Nam.
Cheer menulis, Namanya Chon. Dia senior satu tingkat di atas kita. Masa lalunya sangat mengerikan. Jangan dekat-dekat dengannya.
Nam membalas, Itu tidak benar.
Cheer, Itu benar! Dua orang gadis pernah mengundurkan diri dari sekolah karenanya. Dia itu berbahaya.
Dan saat Cheer dan Nim mengobrol mengenai Chon, Guru Inn mengetahuinya dan menghukum Cheer untuk berdiri. Ia ditanyai arti dari “You’re my inspiration”. Cheer yang tak tahu gelagapan, hingga akhirnya Nam memberi tahunya diam-diam dan Cheer bisa melalui hukumannya dengan mulus.
Di tengah pelajaran Nam meminta izin pada Guru Inn untuk pergi ke toilet. Meski ia akhirnya berbelok untuk mengintip Chon di kelasnya. Terlihat Chon sedang menjahili bangku temannya, Nam tersenyum geli dan puas.
Saat berbalik hendak ke kelas, ia berpapasan dengan Chon yang rupanya mendapatkan getah dari perbuatan jahilnya. Chon dihukum berdiri di luar kelas sambil mengangkat satu kaki dan merentangkan tangannya. Tanpa sepengetahuan guru, Chon memasang headset di telinganya. Begitu Nam lewat, Chon memberi isyarat dengan telunjuk jari agar Nam tak berisik. Nam tersenyum geli melihat Chon yang joget-joget diiringi musik di headsetnya.
Sejak saat itu, Nam yang sedang kasmaran mengikuti kemana Chon pergi. Ke tangga, ia pura-pura ada disitu sejak tadi. Ia juga menelusuri lorong-lorong sekolah hingga tak sengaja hampir bertabrakan dengan Kepala Sekolah.
Begitu pun saat olahraga. Chon yang suka ikut-ikutan bermain bersama klub sepak bola memancing histeria para gadis yang tergila-gila padanya. Termasuk Nam yang pura-pura membagikan minuman gratis.
Saat sedang bermain sepak bola, tiba-tiba seorang murid cewek memanggil Chon. Chon menghampirinya dan mereka terlihat akrab. Seluruh murid kelihatan jealous dan penasaran tentang hubungan keduanya.
Di rumah, Nam mematut di depan kaca. Ia menyadari tak ada kemungkinan untuk Chon melirik padanya karena kulitnya yang dekil dan gelap.
Kemudian ia dikejutkan oleh kedatangan pamannya yang bekerja di Amerika bersama ayahnya. Pamannya masih terkena jetlag karena penerbangan yang jauh.
Pamannya memberitahu Nam, Pang dan Pim, ibu Nam kalau ayahnya bekerja menjadi asisten koki. Ia juga mengirimkan foto serta mengatakan kalau Ibu Nam dan anak-anak harus bersabar.
Paman Cheng, “Ayahmu juga mengatakan, kalau di antara kalian ada yang mendapatkan ranking 1 maka ia akan mengirimkan tiket ke amerika.”
Nam dan Pang bersorak gembira.
“Tapi tiket kan mahal” ujar Pang menghilangkan kegembiraan Nam.
Pim, “Karena ayahmu tahu, mendapatkan ranking 1 itu sangat sulit buat kalian makanya ia janji seperti itu.”
Nam memandangi foto ayahnya penuh tekad, “Lihat saja ayah, aku akan mendapatkan ranking 1!”
“Dari ranking 30?”sela Pang. Gubrak!
Istirahat sekolah, Nam yang hendak membeli minuman untuk teman-temannya mendapat gangguan dari anak-anak basket, Maew dan Ding. Mereka bertengkar dan keributan itu disadari oleh Chon. Chon membelikan Nam 4 gelas pepsi untuk Nam dan kawan-kawannya. Nam semakin terpesona oleh Chon.
Rupanya Maew dan Ding tak terima oleh perbuatan Chon yang dinilai mereka sok pahlawan. Mereka mengajak Chon bertarung di belakang sekolah. Tadinya Chon tak berniat meladeni mereka sampai Ding menghina-hina ayahnya, “Kenapa? Kau berniat menjadi sok pahlawan seperti ayahmu? Gara-gara ayahmu tak bisa tendangan pinalti provinsi kita tak jadi mendapatkan piala nasional! Dasar sial ayahmu!”
BUG! Chon yang habis kesabaran menghajar Ding.
Nam yang mendengar tentang perkelahian Chon, segera kembali ke sekolah. Namun saat kembali Chon dan yang lainnya sudah tak ada. Hanya ada sebuah kancing berlumuran darah yang terjatuh di lantai. Nam memungutnya.
Sesampainya di rumah, Nam menyimpan Pepsi yang dibelikan Chon untuknya di kulkas. Di tempelkan kertas bertuliskan “Jangan Diminum” di gelas Pepsi tersebut. Saat di kamar, ia membersihkan kancing yang ia pungut dan menggambar sebuah senyum di atas kancing tersebut. Ia memanggil benda yang diyakininya milik Chon itu Tuan Kancing. Setelahnya ia tertidur sambil membayangkan memeluk Chon.
Saat upacara sekolah keesokan harinya, Bu Guru Inn memanggil nama-nama yang disuruh ke ruang disiplin untuk diberi hukuman. Rupanya Chon, temannya, Maew dan Ding juga dipanggil karena bertengkar kemarin.
Saat di ruang Guru Kedisiplinan, Chon dan yang lain diberi hukuman sabet rotan di pantat. Nam yang merasa menyesal menunggui Chon selesai menerima hukumannya. Chon diberi keringanan oleh gurunya karena berprestasi dibidang fotografi. Di luar, Chon bertemu dengan Nam dan mengatakan kalau hukuman yang diterimanya bukan karena Nam. Nam memberi plester untuk luka Chon. Setelah berbalik, Chon memanggil nama Nam untuk mengucapkan terima kasih.
Sepulang sekolah Nam segera pergi ke danau dan berteriak heboh karena Chon tahu namanya.
Di Kafe tempat Nam dan kawan-kawannya biasa nongkrong sepulang sekolah, Cheer menemukan buku 20 Trik Menggaet Senior untuk menjadi pacar. Nam pura-pura tak tertarik dan memilih membaca buku, Rahasia Menjadi Ranking 1. Cheer menggodanya, “Apakah kau benar-benar Nam?”
Nam merengut, “Aku serius. Sudah 5 tahun aku tak bertemu ayahku, aku ingin segera bertemu dengannya.”
Beberapa saat kemudian masuk beberapa kakak kelas mereka sambil membawa sebuah buku berjudul 9 Metode Cinta. Kakak kelas itu membicarakan bahwa buku itu ampuh sekali dan membuatnya bisa pacaran dengan orang yang ia sukai. Temannya juga membeli buku yang sama, dan ia juga berhasil.
Cheer dan yang lain tertarik membeli buku itu dan membacanya di rumah Nam.

Metode pertama (dari Yunani):
“Pergilah ke tempat dimana banyak bintang seorang diri, lalu tariklah garis dari bintang satu ke bintang yang lainnya sampai membentuk nama pria yang kau sukai.”
Cheer dan teman-temannya langsung ke jendela dan menarik nama masing-masing pujaan hati mereka, sementara Nam diam saja di kursi baca.
Nim, “Nam kau tak ikutan?”
Nam, “Aku tak percaya hal semacam itu. Buku itu tak masuk akal.”
Akhirnya setelah teman-temannya pulang, Nam segera berlari ke jendela dan menarik nama Chon di antara bintang-bintang dengan sepenuh hati.

TBC ke part 2...

No comments:

Post a Comment