Film ini memang sudah lama, tapi karena film ini adalah film kesukaan saya jadi saya memutuskan untuk membahasnya ulang:)
Movie: A Little Thing Called Love / A Crazy Little Thing Called Love
Thai: สิ่งเล็กๆ ที่เรียกว่า...รัก
Sutradara: Puttipong Pormsaka Na-Sakonnakorn and Wasin Pokpong
Penulis: Puttipong Pormsaka Na-Sakonnakorn and Wasin Pokpong
Produser: Somsak Tejcharattanaprasert and Panya Nirankol
Sinematografi: Reungwit Ramasudh
Tanggal Rilis: August 12, 2010 (Thailand)
Panjang Film: 118 min.
Distributor: Sahamongkol International and Work Point
Bahasa: Thai
Negara: Thailand
Cast :
Mario Maurer as Chon
Pimchanok Lerwisetpibol as Nam
Sudarat Budtporm as Guru Inn
Perawatch Herabutya as Guru Phol
Pijitra Siriwerapan as Guru Aorn
Acharanat Ariyaritwikol as Top
Khachamach Promsaka Na Skolnakorn as Pin
Adegan
di mulai di sebuah pameran fotografi profesional. Sang fotografer
sedang diwawancarai mengenai sebagian besar foto-fotonya. Tiba-tiba
terdengar suara tangis bayi. Fotografer itu mohon izin pada
wanita-wanita yang mewawancarainya, “Maaf, itu anakku.”
Saat
fotografer menghampiri bayi itu dan menghiburnya agar tak menangis lagi.
Sementara wanita-wanita yang mewawancarainya berbisik-bisik, “Tampan
sekali, sayang sudah punya anak.”
Kemudian
adegan berpindah ke 9 tahun sebelumnya. Nam, seorang gadis berkulit
gelap, berkacamata, baru pulang sekolah bersama ketiga teman-temannya,
Cheer, Nim dan Gie.
Saat
perjalanan, sebuah sepeda motor yang dikendarai oleh seorang cowok
tampan melintas. Nam memperhatikannya dengan terpesona, apalagi saat
cowok itu dengan baik hati memberikan jalan pada orang buta.
Teman-temannya yang menyadari arah pandangan Nam menggodanya, meski Nam
mengelak tapi ia tak luput dari sasaran kejahilan teman-temannya.
Sepeninggal
teman-temannya Nam tak langsung ke rumah. Ia menjemput seorang bule
bernama James Bean. Rupanya Ibu Nam memiliki penginapan dan restoran
murah untuk para turis backpacker yang ke Thailand.
Ibu Nam: “Bagaimana sekolahmu hari ini?”
Nam: “Baik, aku masih dengan Cheer, Nim dan Gie.”
Ibu Nam: “Apa kalian tak bosan satu sama lain? Kalian sudah bersama sejak kelas 1.”
Pang (adik Nam) menimpali: “Dia tak punya pilihan bu. Tak ada lagi yang mau berteman dengannya karena begitu melihat Nam.”
Nam yang kesal menarik kepangan rambut Pang, ibunya melerai dan menasihati, “Teman adalah teman, bukan masalah penampilan”
Pang,
“Tapi tetap harus jadi pertimbangan pertama. Untung aku terlahir mirip
dengan Ibu, jika aku mirip dengan Ayah atau Nam aku pasti takkan punya
pacar saat aku besar”
Dan lagi-lagi kakak adik itu bertengkar. Ibunya
memisahkan mereka, “Pang ini, ayahmu pasti sedih kalau mendengarnya.
Nam, pergi ke tempat yang kau inginkan sana !”
Setelah Nam pergi, Pang berbicara, “Ayah di Amerika. Ia takkan bisa mendengar kita.”
Saat
Nam pulang dari pasar dan menikmati eskrim yang dibelinya, seorang
cowok jatuh dari pohon di dekatnya. Cowok yang sama yang dilihat Nam
mengendarai motor vespa sepulang sekolah.
“Mangga?”tawar cowok itu pada Nam. Ternyata kaki cowok terpincang-pincang.
Nam
terkejut dan menerima Mangga itu dengan hati berbunga-bunga. Namun
kesenangan hatinya tak berlangsung lama ketika ia melihat cowok itu juga
menawarkan Mangga yang dipetiknya pada cewek lain di jalan.
Keesokan harinya di sekolah, Nam, Cheer, Nim dan Gie menghabiskan waktu istirahat mereka dengan mengisi quiz di majalah.
Gie, “Nim dapat 28. Cowok yang pas untukmu adalah seseorang dengan jiwa pemimpin...”
Mereka lalu melirik Tom, pemimpin klub agama Buddha yang suka meditasi.
Gie, “Cheer 15-25, cowok yang cocok untukmu adalah cowok yang ahli dibidang olahraga.”
Cheer melihat Kai, cowok anggota sepak bola, dengan terpesona.
“Nam, kau cocok dengan pria yang berjiwa seni... Kira-kira siapa ya?”
Nam
tak mempedulikan teman-temannya. Dari tadi matanya hanya memandang
seorang cowok yang lucu dengan menempelkan stiker hitam di alisnya.
Rupanya cowok tampan itu satu sekolah dengannya.
Di
kelas Bahasa Inggris Bu Guru Inn, Nam dan teman-temannya terlihat sibuk
mengobrol lewat kertas. Mereka membicarakan cowok tampan yang sedari
tadi dilirik Nam.
Cheer menulis, Namanya Chon. Dia senior satu tingkat di atas kita. Masa lalunya sangat mengerikan. Jangan dekat-dekat dengannya.
Nam membalas, Itu tidak benar.
Cheer, Itu benar! Dua orang gadis pernah mengundurkan diri dari sekolah karenanya. Dia itu berbahaya.
Dan
saat Cheer dan Nim mengobrol mengenai Chon, Guru Inn mengetahuinya dan
menghukum Cheer untuk berdiri. Ia ditanyai arti dari “You’re my
inspiration”. Cheer yang tak tahu gelagapan, hingga akhirnya Nam memberi
tahunya diam-diam dan Cheer bisa melalui hukumannya dengan mulus.
Di
tengah pelajaran Nam meminta izin pada Guru Inn untuk pergi ke toilet.
Meski ia akhirnya berbelok untuk mengintip Chon di kelasnya. Terlihat
Chon sedang menjahili bangku temannya, Nam tersenyum geli dan puas.
Saat
berbalik hendak ke kelas, ia berpapasan dengan Chon yang rupanya
mendapatkan getah dari perbuatan jahilnya. Chon dihukum berdiri di luar
kelas sambil mengangkat satu kaki dan merentangkan tangannya. Tanpa
sepengetahuan guru, Chon memasang headset di telinganya. Begitu Nam
lewat, Chon memberi isyarat dengan telunjuk jari agar Nam tak berisik.
Nam tersenyum geli melihat Chon yang joget-joget diiringi musik di
headsetnya.
Sejak
saat itu, Nam yang sedang kasmaran mengikuti kemana Chon pergi. Ke
tangga, ia pura-pura ada disitu sejak tadi. Ia juga menelusuri
lorong-lorong sekolah hingga tak sengaja hampir bertabrakan dengan
Kepala Sekolah.
Begitu
pun saat olahraga. Chon yang suka ikut-ikutan bermain bersama klub
sepak bola memancing histeria para gadis yang tergila-gila padanya.
Termasuk Nam yang pura-pura membagikan minuman gratis.
Saat sedang
bermain sepak bola, tiba-tiba seorang murid cewek memanggil Chon. Chon
menghampirinya dan mereka terlihat akrab. Seluruh murid kelihatan
jealous dan penasaran tentang hubungan keduanya.
Di
rumah, Nam mematut di depan kaca. Ia menyadari tak ada kemungkinan
untuk Chon melirik padanya karena kulitnya yang dekil dan gelap.
Kemudian
ia dikejutkan oleh kedatangan pamannya yang bekerja di Amerika bersama
ayahnya. Pamannya masih terkena jetlag karena penerbangan yang jauh.
Pamannya
memberitahu Nam, Pang dan Pim, ibu Nam kalau ayahnya bekerja menjadi
asisten koki. Ia juga mengirimkan foto serta mengatakan kalau Ibu Nam
dan anak-anak harus bersabar.
Paman Cheng, “Ayahmu juga mengatakan,
kalau di antara kalian ada yang mendapatkan ranking 1 maka ia akan
mengirimkan tiket ke amerika.”
Nam dan Pang bersorak gembira.
“Tapi tiket kan mahal” ujar Pang menghilangkan kegembiraan Nam.
Pim, “Karena ayahmu tahu, mendapatkan ranking 1 itu sangat sulit buat kalian makanya ia janji seperti itu.”
Nam memandangi foto ayahnya penuh tekad, “Lihat saja ayah, aku akan mendapatkan ranking 1!”
“Dari ranking 30?”sela Pang. Gubrak!
Istirahat
sekolah, Nam yang hendak membeli minuman untuk teman-temannya mendapat
gangguan dari anak-anak basket, Maew dan Ding. Mereka bertengkar dan
keributan itu disadari oleh Chon. Chon membelikan Nam 4 gelas pepsi
untuk Nam dan kawan-kawannya. Nam semakin terpesona oleh Chon.
Rupanya
Maew dan Ding tak terima oleh perbuatan Chon yang dinilai mereka sok
pahlawan. Mereka mengajak Chon bertarung di belakang sekolah. Tadinya
Chon tak berniat meladeni mereka sampai Ding menghina-hina ayahnya,
“Kenapa? Kau berniat menjadi sok pahlawan seperti ayahmu? Gara-gara
ayahmu tak bisa tendangan pinalti provinsi kita tak jadi mendapatkan
piala nasional! Dasar sial ayahmu!”
BUG! Chon yang habis kesabaran menghajar Ding.
Nam
yang mendengar tentang perkelahian Chon, segera kembali ke sekolah.
Namun saat kembali Chon dan yang lainnya sudah tak ada. Hanya ada sebuah
kancing berlumuran darah yang terjatuh di lantai. Nam memungutnya.
Sesampainya
di rumah, Nam menyimpan Pepsi yang dibelikan Chon untuknya di kulkas.
Di tempelkan kertas bertuliskan “Jangan Diminum” di gelas Pepsi
tersebut. Saat di kamar, ia membersihkan kancing yang ia pungut dan
menggambar sebuah senyum di atas kancing tersebut. Ia memanggil benda
yang diyakininya milik Chon itu Tuan Kancing. Setelahnya ia tertidur
sambil membayangkan memeluk Chon.
Saat
upacara sekolah keesokan harinya, Bu Guru Inn memanggil nama-nama yang
disuruh ke ruang disiplin untuk diberi hukuman. Rupanya Chon, temannya,
Maew dan Ding juga dipanggil karena bertengkar kemarin.
Saat
di ruang Guru Kedisiplinan, Chon dan yang lain diberi hukuman sabet
rotan di pantat. Nam yang merasa menyesal menunggui Chon selesai
menerima hukumannya. Chon diberi keringanan oleh gurunya karena
berprestasi dibidang fotografi. Di luar, Chon bertemu dengan Nam dan
mengatakan kalau hukuman yang diterimanya bukan karena Nam. Nam memberi
plester untuk luka Chon. Setelah berbalik, Chon memanggil nama Nam untuk
mengucapkan terima kasih.
Sepulang sekolah Nam segera pergi ke danau dan berteriak heboh karena Chon tahu namanya.
Di
Kafe tempat Nam dan kawan-kawannya biasa nongkrong sepulang sekolah,
Cheer menemukan buku 20 Trik Menggaet Senior untuk menjadi pacar. Nam
pura-pura tak tertarik dan memilih membaca buku, Rahasia Menjadi Ranking
1. Cheer menggodanya, “Apakah kau benar-benar Nam?”
Nam merengut, “Aku serius. Sudah 5 tahun aku tak bertemu ayahku, aku ingin segera bertemu dengannya.”
Beberapa
saat kemudian masuk beberapa kakak kelas mereka sambil membawa sebuah
buku berjudul 9 Metode Cinta. Kakak kelas itu membicarakan bahwa buku
itu ampuh sekali dan membuatnya bisa pacaran dengan orang yang ia sukai.
Temannya juga membeli buku yang sama, dan ia juga berhasil.
Cheer dan yang lain tertarik membeli buku itu dan membacanya di rumah Nam.
Metode pertama (dari Yunani):
“Pergilah
ke tempat dimana banyak bintang seorang diri, lalu tariklah garis dari
bintang satu ke bintang yang lainnya sampai membentuk nama pria yang kau
sukai.”
Cheer
dan teman-temannya langsung ke jendela dan menarik nama masing-masing
pujaan hati mereka, sementara Nam diam saja di kursi baca.
Nim, “Nam kau tak ikutan?”
Nam, “Aku tak percaya hal semacam itu. Buku itu tak masuk akal.”
Akhirnya
setelah teman-temannya pulang, Nam segera berlari ke jendela dan
menarik nama Chon di antara bintang-bintang dengan sepenuh hati.
TBC ke part 2...
No comments:
Post a Comment